Selasa, 19 Agustus 2008

Keselamatan Transportasi Udara di Era Persaingan

Musibah kecelakaan pesawat yang terjadi pada tanggal 5 September 2005 sesaat
setelah lepas landas dari Bandara Polonia Medan telah menimbulkan duka cita bagi
bangsa Indonesia dan kerugian materil dan non-materil yang tidak sedikit.

Bagaimana pun juga musibah ini ternyata telah membawa kembali kesadaran terhadap sistem keselamatan dan keamanan operasional transportasi udara. Sistem dan prosedur pengawasan terhadap kelaikan operasional pesawat muncul sebagai pertanyaan mendasar kepada pemerintah dalam beberapa hari terakhir ini.

Pertanyaan ini kemudian direspon positif oleh Menteri Perhubungan dengan melakukan langkah perbaikan di jajaran Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara. Namun demikian, masih terdengar beberapa pendapat yang kembali mengaitkan terjadinya kecelakaan pesawat di Indonesia dengan berkembangnya persaingan usaha di bidang penerbangan dan turunnya harga tiket pesawat untuk kemudian mengusulkan pembatasan tarif bawah.

KPPU sekali lagi ingin menegaskan tentang
tidak diperlukannya tarif batas bawah dalam mengatasi persoalan kecelakaan pesawat di Indonesia. Tarif batas bawah hanya akan membatasi keleluasaan
perusahaan penerbangan kecil dan menengah untuk mengoptimalisasikan penghasilan (revenue) mereka.

Dari perhitungan teori ekonomi, besar kemungkinan perusahaan
penerbangan kecil justru akan mengalami penurunan penghasilan jika tarif batas bawah diberlakukan. Penurunan penghasilan ini dikhawatirkan akan menjadi pemicu semakin buruknya kemampuan perusahaan tersebut melakukan perawatan pesawat terbangnya.

Langkah-langkah yang dilakukan Departemen Perhubungan untuk memperbaiki kinerja pengawasan keselamatan dan keamanan penerbangan diyakini adalah jawaban yang tepat dan akan mampu secara efektif mengatasi masalah ketidaklaikan sarana transportasi udara tanpa meregulasi tarif bawah.

Melaksanakan prinsip ? prinsip
pengawasan di bidang keselamatan dan keamanan sesuai dengan regulasi yang ada memang merupakan agenda utama pemerintah yang sangat penting. Pemerintah sudah semestinya menyusun dan melaksanakan regulasi sistem pengawasan keamanan operasional transportasi udara secara lebih cermat dalam kondisi tingkat persaingan usaha di sektor ini yang semakin tajam. Penempatan SDM yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup dari mulai tingkat pelaksana lapangan sampai dengan pejabat eselon II di bidang pengawasan kelaikan udara sudah
seharusnya mendapat perhatian pemerintah. Kemampuan pengawasan harus mampu mengimbangi pertumbuhan usaha di sektor penerbangan.

Akan dapat dimengerti apabila pada saatnya nanti, karena pengawasan yang ketat dari Departemen Perhubungan, maka biaya perawatan pesawat mungkin saja meningkat. Dan juga dapat dimengerti jika konsekuensinya perusahaan penerbangan harus menaikkan harga tiketnya sebagaimana harga tiket yang naik karena naiknya harga BBM. Semua itu akan berlangsung sebagai proses bisnis yang wajar dan alami.

Oleh karena itu, KPPU juga menghimbau para pelaku usaha di bidang jasa penerbangan untuk mengembangkan bisnisnya dengan akal sehat secara dewasa. Perusahaan penerbangan harus memahami semua kewajiban yang harus dipenuhi untuk terjun memasuki dunia bisnis penerbangan yang telah memiliki standar yang lengkap dan jelas baik di tingkat domestik maupun internasional. Profesionalisme sebagai pengusaha jasa penerbangan, bukan jasa angkutan umum biasa, diperlukan
tidak hanya untuk kepentingan bisnis semata mengejar keuntungan, namun juga untuk kelanggengan dan citra perusahaan di mata konsumen. Hanya menerbangkan pesawat yang berkondisi prima dengan awak pesawat yang juga prima merupakan bagian terpenting dari profesionalisme di bidang industri penerbangan.

Perlu dipahami bahwa persaingan usaha yang sehat di dalam negeri adalah upaya membangun profesionalisme para pelaku usaha dalam membangun daya saing mereka. Dengan daya saing yang tinggi, para pelaku usaha Indonesia akan siap menghadapi tantangan persaingan global. Di bidang penerbangan, hal ini sudah mulai kita rasakan dengan masuknya penerbangan murah dari luar negeri yang mau tidak mau menjadi tantangan bagi pengusaha Indonesia. Pengusaha kita harus dapat
menghitung secara cermat bagaimana bertarif murah namun tetap berpenghasilan tinggi.

Penghasilan yang merupakan perkalian dari besaran tarif dengan jumlah
penumpang dapat diperhitungkan nilai optimalnya melalui pendekatan teori ekonomi dan manajemen. Tarif yang tinggi akan mengurangi jumlah penumpang, namun tarif yang terlalu rendah yang tidak sebanding dengan tambahan jumlah penumpang, akan mengurangi penghasilan.

Sementara itu, aspek keamanan dan keselamatan penumpang yang harus dilaksanakan terlepas dari berapa besar tarif yang ditetapkan, merupakan biaya tetap (fixed costs) yang harus dapat terpenuhi dari penghasilan perusahaan. Keselamatan dan keamanan penerbangan adalah semisal perawatan mesin produksi untuk suatu pabrik yang jika tidak dilakukan dengan baik akan menyebabkan mesin tersebut rusak, tidak mampu lagi bekerja menghasilkan produk yang diinginkan.

Penerbangan
berbiaya murah (low costs carrier/LCC) merupakan gejala yang berlaku secara global. Perusahaan penerbangan di berbagai negara menjalankan strategi LCC agar mampu bersaing dengan penerbangan besar yang telah mempunyai citra yang kuat di mata konsumen. Namun demikian gejala ini tidak mempunyai dampak apapun pada aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.

Bercermin kepada musibah kecelakaan pesawat di Medan yang baru lalu, hendaknya kita semua dapat melakukan introspeksi melihat kekurangan dan memperbaikinya secepat mungkin. Pemerintah harus menyadari peran dan tugasnya sebagai regulator untuk memastikan sistem dan prosedur pengawasan keselamatan dan keamanan penerbangan terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilakukan tanpa menggunakan instrumen regulasi tarif atau harga tiket.

Sementara itu, pengusaha penerbangan
juga harus memperbaiki manajemen dan teknologi pengelolaan usahanya agar dapat menumbuhkan daya saing tinggi dengan tingkat keselamatan dan keamanan penerbangan yang juga tinggi. Tidak ada kaitan antara tarif yang rendah dengan masalah keselamatan dan keamanan penerbangan jika masing-masing pihak melaksanakan tugasnya dengan baik. Dengan cara ini maka industri jasa transportasi udara akan dapat berkembang sesuai kebutuhan masyarakat.

Para stakeholders transportasi di Indonesia hendaknya memahami bahwa tidak ada sarana transportasi yang lebih sesuai bagi negara kepulauan seperti kita selain transportasi udara. Hanya transportasi udara yang memungkinkan hubungan antar kota antar pulau berjalan secara cepat, efektif dan efisien menjangkau dari Sabang sampai Merauke. Transportasi darat hanya berfungsi sebagai pendukung transportasi rakyat yang murah dan transportasi jarak dekat. Sedangkan
transportasi laut yang cenderung lambat akan lebih sesuai untuk transportasi wisata bahari dan transportasi barang.

Tidak ada komentar: